Perubahan sistem perdagangan internasional menuju liberalisasi, seperti dalam konteks ASEAN, yakni MEA 2015, memunculkan banyak peluang dan sekaligus juga tantangan-tantangan, dan bahkan ancaman-ancaman bagi setiap perusahaan/pengusaha dari semua skala usaha. Peluang yang dimaksud adalah peluang pasar yang lebih besar dibandingkan sewaktu perdagangan dunia masih terbelah-belah karena proteksi yang diterapkan di banyak negara terhadap produk-produk impor. Sedangkan tantangan bisa dalam berbagai apek, misalnya, bagaimana bisa menjadi unggul di pasar dalam negeri, yaitu mampu mengalahkan pesaing domestik lainnya maupun pesaing dari luar negeri (impor), bagaimana bisa unggul di pasar ekspor atau mampu menembus pasar di negara-negara lainnya; bagaimana usaha bisa berkembang pesat (misalnya skala usaha tambah besar, membuka cabang-cabang perusahaan), bagaimana penjualan/output bisa tumbuh semakin pesat; dan lain-lain. Jika tantangan-tantangan tersebut tidak bisa dimanfaatkan atau dihadapi sebaik-baiknya, karena perusahaan bersangkutan menghadapi banyak kendala (misalnya, keterbatasan modal, teknologi dan SDM berkualitas tinggi), maka tantangan-tantangan yang ada bisa menjelma menjadi ancaman, yakni perusahaan terancam tergusur dari pasar, atau ada produksi menurun.
Faktor-faktor utama yang menentukan besar kecilnya peluang bagi seorang pengusaha/sebuah perusahaan adalah :
Akses sepenuhnya ke informasi mengenai aspek-aspek kunci bagi keberhasilan suatu usaha, seperti kondisi pasar yang dilayani dan peluang besar potensial, teknologi terbaru/terbaik yang ada di dunia, sumber-sumber modal dan cara pembiayaan yang paling efisien, mitra kerja (misalnya calon pembeli, pemasok bahan baku, distributor), pesaing (kekuatannya, strateginya, visinya, dll), dan kebijakan atau peraturan yang berlaku;
Akses ke teknologi terkini/terbaik;
Akses ke modal;
Akses ke tenaga terampil/SDM;
Akses ke bahan baku;
Infrastruktur;
Kebijakan atau peraturan yang berlaku, baik dari pemerintah sendiri maupun negara mitra (misalnya kesepakatan bilateral) dan yang terkait dengan WTO, AFTA, APEC, dan lain-lain.
Sebenarnya, untuk menjawab seberapa besar tantangan dan peluang serta seberapa seriusnya ancaman yang dihadapi pengusaha-pengusaha Indonesia dengan diberlakukannya pasar bebas ASEAN atau MEA 2015 nanti, perlu pendekatan survei lapangan dengan menanyakan langsung ke pemilik perusahaan/produsen. Namun, ada sejumlah pendekatan yang bisa memberikan jawaban secara tidak langsung :
Pendekatan pertama yaitu dengan mengkaji karakterisktik-karakteristik utama perusahaan-perusahaan di Indonesia menurut kelompok skala, menunjukkan bahwa posisi usaha mikro (UMI) sangat lemah dalam banyak hal dibandingkan dengan skala usaha kecil (UK), apalagi jika dibandingkan dengan usaha menengah (UM) dan usaha besar (UB).
Misalnya dalam hal kualitas tenaga kerja, di UMI jumlah pekerja yang digaji lebih sedikit dibandingkan di UK, UM, dan UB. Di UMI paling banyak tenaga kerja tidak dibayar dengan pendidikan rendah. Jadi, komposisi tenaga kerja tidak dibayar memiliki kecenderungan berbanding terbalik dengan skala usaha, yang artinya semakin besar skala usaha semakin kecil komposisi tenaga kerja tanpa upah. Karena pada umumnya tenaga kerja yang digaji atau tingkat gaji (atau nilai) pekerja berkorelasi positif dengan tingat keahlian, maka dari fakta tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas SDM di UMI, yang berarti juga daya saing UMI, lebih rendah dibandingkan di UK, UM, apalagi dibandingkan dengan UB. Jadi, dapat diantisipasi bahwa khususnya UMI akan menghadapi tantangan lebih besar, sedangkan UM terutama UB akan memiliki peluang besar dengan adanya MEA 2015; atau ancaman “gulung tikar” yang dihadapi oleh UMI jauh lebih besar dibandingkan UK, UM, dan terutama UB. UB lebih mampu menghadapi tantangan-tantangan untuk bisa bersaing di pasar global.
Pendekatan kedua adalah menganalisis kendala-kendala utama yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan menurut kelompok skala. Teorinya, semakin banyak kendala yang dihadapi sebuah perusahaan, semakin besar tantangan dan semakin kecil peluangnya bisa bertahan di dalam era pasar bebas.
Secara umum, perkembangan perusahaan-perusahaan di NSB, seperti di Indonesia dihalangi oleh banyak hambatan. Hambatan-hambatan tersebut (intensitasnya) bisa berbeda di satu daerah dengan di daerah lain atau antara perdesaan dan perkotaan, atau antarsektor, atau antarsemua perusahaan di sektor yang sama. Namun demikian, ada sejumlah persoalan yang umum untuk semua skala usaha di negara manapun juga, khususnya di dalam kelompok NSB.
Rintangan-rintangan yang umum tersebut termasuk keterbatasan modal kerja maupun investasi, kesulitan-kesulitan dalam pemasaran, distribusi dan pengadaan bahan baku dan input lainnya, keterbatasan akses ke informasi mengenai peluang pasar dan lainnya, keterbatasan pekerja dengan keahlian tinggi (kualitas SDM rendah) dan kemampuan teknologi, biaya transportasi dan energi yang tinggi; keterbatasan komunikasi, biaya tinggi akibat prosedur administrasi dan birokrasi yang kompleks khususnya dalam pengurusan ijin usaha, dan ketidakpastian akibat peraturan-peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi yang tidak jelas atau tak menentu arahnya.
Sumber : Tambunan, Tulus T.H. (2015). Perekonomian Indonesia : Era Orde Lama Hingga Jokowi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia
Unknown
Wednesday, 4 October 2017